ASIKNYA BERJUDI


Di tengah malam, hujan semakin lebat. Sifa, anak perempuan usia tiga tahun itu menangis sejadi-jadinya sambil terus-menerus memannggil-manggil Ayahnya yang tak kunjung datang.
Semua orang di warung kopi itu membujuknya. Tapi tak satu pun yang berhasil membuatnya berhenti dari tangisnya. Malah sekarang tangisan Sifa lebih kencang dari sebelumnya. Suaranya semakin nyaring memanggil Ayahnya.

"Emangnya Ayah kemana, sayang?" Reza bertanya dengan lembut penuh kasih sayang.

"Main ... hiks ... hiks" Terisak-isak Sifa menjawabnya
.
"Main di mana?"

"Di sana ... hiks ... hiks" Jari mungil Sifa menunjuk ke arah bangunan tua yang ada di sebrang warung kopi itu.

"Beneran, Ayah ada di bangunan itu? Ya sudah ... jangan nangis lagi. Yuk, Om antar ke tempat Ayah."
Reza menggendong Sifa.

"Iya Ayah ada di sana. Ayah sedang main kartu. Sifa takut dimarahin, kalau mengajak Ayah pulang sekarang. Tapi Sifa ingin pulang. Hiks ... Hiks."

"Main kartu? Ya Tuhan. Ya sudah ... Om antar pulang ke rumah aja ya. Nanti Ayah biar pulang bersama Pak Polisi."

Setengah jam kemudian. Terdengar suara tembakan ke udara dari arah bangunan tua itu. Lapak judi itu telah dikepung oleh Polisi.


Sumber gambar : Google

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.